Jumat, 28 Februari 2014


Kupu Kupu Kertas dalam Senja Pantai Pasir Putih..

berjalan di tepi pantai..
menggengam tanganmu dengan penuh keyakinan..
saat itu pula buih putih menyapa kita..
dan ombak menari dengan indahnya..
burung pantai yg bersautan..
menambah mengertinya aku akan hadirnya dirimu..
kupu-kupu kertas terbang kian kemari..
melukiskan sebuah keindahan dalam senyumanmu..
dan dalam deguban nafasku..
aku ada dalam ketegaran langkah hidupmu..
inikah yg disebut kedamaian..
yg sejak dulu aku tersayat dan terpuruk atas nama cinta..
inikah sebuah jalan yg indah..
saat aku kehilangan arti dari sebuah ketegaran…
sesaat kita terpejam..
dalam hati aku ingin berucap seribu kata,,..
tentang makna Cinta..
tentang makna matahari terbenam..
Cinta yg terlukis dalam kanvas putih..
merah semerah darah..suci sesuci matahari..
sesaat pula badai dan ketakutan datang..
hanya ada kau disampingku..
dan aku Cakrawala…
kutantang badai..
kuubah sesuatu yg gelap dan ngeri.. menjadi sebuah keindahan sunset..
dan aku Kupu2 Kertas..
menghapus letihmu dgn keindahanku..
hingga kau menemukan ketegaran yg kau ingini..
aku berusaha yg terbaik untukmu..
I’m always Beside you.. My Sunset..
I’m always in your beautifuly of your wings.. My Butterfly
seekor kupu-kupu terbang
hinggap di lanjaran kacang
tak lama kemudian
seekor lebah datang
menyesap sari kembang
yang mekar ungu terang
dimataku, kupu-kupu itu
serupa cinta yang sedia
menunggu
menetapi ritus rindu
bersetia beratus-ratus windu


BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Penfertian Kompresi Data
Kompresi berarti memampatkan / mengecilkan ukuran.Kompresi data adalah proses mengkodekan informasi menggunakan bit atau information-bearing unit yang lain yang lebih rendah daripada representasi data yang tidak terkodekan dengan suatu sistem enkoding tertentu.
Contoh kompresi sederhana yang biasa kita lakukan misalnya adalah menyingkat kata-kata yang sering digunakan tapi sudah memiliki konvensi umum.  Misalnya: kata “yang” dikompres menjadi kata “yg”.Pengiriman data hasil kompresi dapat dilakukan jika pihak pengirim/yang melakukan kompresi dan pihak penerima memiliki aturan yang sama dalam hal kompresi data.Pihak pengirim harus menggunakan algoritma kompresi data yang sudah baku dan pihak penerima juga menggunakan teknik dekompresi data yang sama dengan pengirim sehingga data yang diterima dapat dibaca / di-dekode kembali dengan benar
                        Kompresi data menjadi sangat penting karena memperkecil kebutuhan penyimpanan data, mempercepat pengiriman data, memperkecil kebutuhan bandwidth.Teknik kompresi bisa dilakukan terhadap data teks/biner, gambar (JPEG, PNG, TIFF), audio (MP3, AAC, RMA, WMA), dan video (MPEG, H261, H263)

2.2 Jenis Kompresi Data
A.   Berdasar mode penerimaan data yang diterima manusia :
·        Dialoque Mode: yaitu proses penerimaan data dimana pengirim dan penerima seakan berdialog (real time), seperti pada contoh video conference. Dimana kompresi data harus berada dalam batas penglihatan dan pendengaran manusia.  Waktu tunda (delay) tidak boleh lebih dari 150 ms, dimana 50 ms untuk proses kompresi dan dekompresi, 100 ms mentransmisikan data dalam jaringan
·       Retrieval Mode: yaitu proses penerimaan data tidak dilakukan secara real time Dapat dilakukan fast forward dan fast rewind di client Dapat dilakukan random access terhadap data dan dapat bersifat interaktif





B. Kompresi Data Berdasarkan Output :
·        Lossy Compression
Teknik kompresi dimana data hasil dekompresi tidak sama dengan data sebelum kompresi namun sudah “cukup” untuk digunakan.  Contoh: Mp3, streaming media, JPEG, MPEG, dan WMA.Kelebihan: ukuran file lebih kecil dibanding loseless namun masih tetap memenuhi syarat untuk digunakan.
Biasanya teknik ini membuang bagian-bagian data yang sebenarnya tidak begitu berguna, tidak begitu dirasakan, tidak begitu dilihat oleh manusia sehingga manusia masih beranggapan bahwa data tersebut masih bisa digunakan walaupun sudah dikompresi.
Misal terdapat image asli berukuran 12,249 bytes, kemudian dilakukan kompresi dengan JPEG kualitas 30 dan berukuran 1,869 bytes berarti image tersebut 85% lebih kecil dan ratio kompresi 15%
·         Loseless
Teknik kompresi dimana data hasil kompresi dapat didekompres lagi dan hasilnya tepat sama seperti data sebelum proses kompresi.  Contoh aplikasi: ZIP, RAR, GZIP, 7-Zip
Teknik ini digunakan jika dibutuhkan data setelah dikompresi harus dapat diekstrak/dekompres lagi tepat sama.  Contoh pada data teks, data program/biner, beberapa image seperti GIF dan PNG Kadangkala ada data-data yang setelah dikompresi dengan teknik ini ukurannya menjadi lebih besar atau sama.
Berdasarkan tipe peta kode yang digunakan untuk mengubah pesan awal (isi file input) menjadi sekumpulan codeword, metode kompresi terbagi menjadi dua kelompok, yaitu :
(      a)    Metode statik :
       menggunakan peta kode yang selalu sama. Metode ini membutuhkan dua fase (two-pass): fase pertama untuk menghitung probabilitas kemunculan tiap simbol/karakter dan menentukan peta kodenya, dan fase kedua untuk mengubah pesan menjadi kumpulan kode yang akan ditransmisikan. Contoh: algoritma Huffman statik.
(      b)   Metode dinamik (adaptif) :  
menggunakan peta kode yang dapat berubah dari waktu ke waktu. Metode ini disebut adaptif karena peta kode mampu beradaptasi terhadap perubahan karakteristik isi file selama proses kompresi berlangsung. Metode ini bersifat onepass, karena hanya diperlukan satu kali pembacaan terhadap isi file. Contoh: algoritma LZW dan DMC.

2.3 Klasifikasi Teknik Kompresi
·         Entropy Encoding
Bersifat loseless
Tekniknya tidak berdasarkan media dengan spesifikasi dan karakteristik tertentu namun berdasarkan urutan data.
Statistical encoding, tidak memperhatikan semantik data.
Mis: Run-length coding, Huffman coding, Arithmetic coding
·         Source Coding   
Bersifat lossy
Berkaitan dengan data semantik (arti data) dan media.
Mis: Prediction (DPCM, DM), Transformation (FFT, DCT), Layered Coding (Bit position, subsampling, sub-band coding), Vector quantization
·       Hybrid Coding
Gabungan antara lossy + loseless
mis: JPEG, MPEG, H.261, DVI

Secara umum kompresi data terdiri dari dua kegiatan besar, yaitu Modeling dan Coding. Proses dasar dari kompresi data adalah menentukan serangkaian bagian dari data (stream of symbols) mengubahnya menjadi kode (stream of codes). Jika proses kompresi efektif maka hasil dari stream of codes akan lebih kecil dari segi ukuran daripada stream of symbols. Keputusan untuk mengindentikan symbols tertentu dengan codes tertentu adalah inti dari proses modeling. Secara umum dapat diartikan bahwa sebuah model adalah kumpulan data dan aturan yang menentukan pasangan antara symbol sebagai input dan code sebagai output dari proses kompresi. Sedangkan coding adalah proses untuk menerapkan modeling tersebut menjadi sebuah proses kompresi data.

I.Coding
Melakukan proses encoding dengan menggunakan ASCII atau EBDIC yang merupakan standar dalam proses komputasi memberikan kelemahan mendasar apabila dilihat dari paradigma kompresi data. ASCII dan EBDIC menggunakan jumlah bit yang sama untuk setiap karakter, hal ini menyebabkan banyak bit yang ”terbuang” untuk merepresentasikan karakter-karakter yang sebenarnya jarang muncul pada sebuah pesan.
Salah satu cara mengatasi permasalahan di atas adalah dengan menggunakan Huffman-coding. Huffman-coding yang dikembangkan oleh D.A. Huffman mampu menekan jumlah redundancy yang terjadi pada sebuah pesan yang panjangnya tetap. Huffman-coding bukanlah teknik yang paling optimal untuk mengurangi redundancy tetapi Huffman-coding merupakan teknik terbaik untuk melakukan coding terhadap symbol pada pesan yang panjangnya tetap. Permasalahan utama dengan Huffman-coding adalah hanya bisa menggunakan bilangan bulat untuk jumlah bit dari setiap code. Jika entropy dari karakter tersebut adalah 2,5 maka apabila melakukan pengkodean dengan Huffman-coding karakter tersebut harus terdiri dari 2 atau 3 bit. Hal tersebut membuat Huffman-coding tidak bisa menjadi algoritma paling optimal dalam mengatasi redundancy ini.
Huffman-coding memang kurang efisien karena untuk melakukan pengkodean kita harus menggunakan bilangan bulat. Walaupun demikian Huffman-coding sangat mudah digunakan dan sampai awal era 90-an di mana prosesor komputer masih sulit untuk melakukan komputasi bilangan pecahan Huffman-coding dianggap paling rasional untuk diaplikasikan pada proses kompresi data. Setelah kelahiran prosesor yang mampu melakukan operasi bilangan pecahan dengan cepat maka banyak algoritma coding baru bermunculan dan salah satunya adalah Arithmatic-coding.
Arithmatic coding lebih kompleks dan rumit dibandingkan Huffman-coding, tetapi di sisi lain Arithmatic-coding memberikan optimalisasi yang lebih tinggi. Arithmatic-coding memungkinkan jumlah bit dalam pecahan karena arithmatic coding tidak bekerja per karakter dari pesan tetapi langsung pada keseluruhan pesan. Misalnya entropy dari karakter e pada pesan adalah 1,5 bit maka pada output code pun jumlah bit-nya adalah 1,5 dan bukan 1 atau 2 seperti pada Huffman-coding.

2.4 Algoritma Kompresi Data
Algoritma Shannon-Fano dan Algortima Huffman. Walaupun saat ini sudah bukan lagi proses coding yang menghasilkan kompresi paling optimal namun algoritma Shannon-Fano dan Algoritma Huffman adalah dua algoritma dasar yang sebaiknya dipahami oleh mereka yang mempelajari tentang kompresi data.


1. Algoritma Shannon-Fano
Teknik coding ini dikembangkan oleh dua orang dalam dua buah proses yang berbeda, yaitu Claude Shannon di Bell Laboratory dan R.M. Fano di MIT, namun karena memiliki kemiripan maka akhirnya teknik ini dinamai dengan mengggabungkan nama keduanya. Pada dasarnya proses coding dengan algoritma ini membutuhkan data akan frekuensi jumlah kemunculan suatu karakter pada sebuah pesan. Tiga prinsip utama yang mendasari algoritma ini adalah:
a.  Simbol yang berbeda memiliki kode yang berbeda
b. Kode untuk symbol yang sering muncul memiliki jumlah bit yang lebih sedikit dan sebaliknya symbol yang jarang muncul memiliki kode dengan jumlah bit lebih besar.
c. Walaupun berbeda jumlah bit-nya tetapi kode harus tetap dikodekan secara pasti (tidak  ambigu).

Berikut adalah langka-langkah Algoritma Shannon-Fano :
1. Buatlah tabel yang memuat frekuensi kemunculan dari tiap karakter.
2. Urutkan berdasar frekuensi tersebut dengan karakter yang frekuensinya paling sering muncul berada di atas dari daftar (descending).
3. Bagilah 2 tabel tersebut dengan jumlah total frekuensi pada bagian atas mendekati jumlah total frekuensi pada bagian bawah (lihat tabel 3).
4. Untuk bagian paro atas berikan kode 0 dan pada paro bawah berikan kode
5. Ulangi langkah 3 dan 4 pada masing-masing paro tadi hingga seluruh symbol selesai dikodekan.

2. Algoritma Huffman
Algoritma Huffman memiliki kemiripan karakteristik dengan Algoritma Shannon-Fano. Masing-masing simbol dikodekan dengan deretan bit secara unik dan simbol yang paling sering muncul mendapatkan jumlah bit yang paling pendek. Perbedaan dengan Shannon-Fano adalah pada proses pengkodean. Jika algoritma Shannon-Fano membangun tree dengan pendekatan top-down, yaitu dengan memberikan bit pada tiap-tiap simbol dan melakukannya secara berurutan hingga seluruh leaf mendapatkan kode bit masing-masing. Sedangkan algoritma Huffman sebaliknyamemberikan kode mulai dari leaf secara berurutan hingga mencapai root.

Prosedur untuk membangun tree ini sederhana dan mudah dipahami. Masing-masing simbol diurutkan sesuai frekuensinya, frekuensi ini dianggap sebagai bobot dari tiap simbol, dan kemudian diikuti dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Dua node bebas dengan bobot terendah dipasangkan.
2. Parent node untuk kedua node pada langkah sebelumnya dibuat. Jumlahkan frekuensi keduanya dan gunakan sebagai bobot.
3. Sekarang parent node berperan sebagai node bebas.
4. Berikan kode 0 untuk node kiri dan 1 untuk node kanan.
5. Ulangi langkah di atas sampai hanya tersisa satu node. Sisa satu node inilah yang disebut sebagai root.

II. Modeling
Jika coding adalah roda dari sebuah mobil maka modeling adalah mesinnya. Sebaik apapun algoritma untuk melakukan coding tanpa model yang baik kompresi data tidak akan pernah terwujud. Kompresi Data Lossless pada umumnya diimplementasikan menggunakan salah satu dari dua tipe modeling, yaitu statistical atau dictionary-based. Statistical-modeling melakukan prosesnya menggunakan probabilitas kemunculan dari sebuah symbol sedangkan dictionary-based menggunakan kode-kode untuk menggantikan sekumpulan symbol.
1. Statistical Modeling
Pada bentuk paling sederhananya, statistical-modeling menggunakan tabel statis yang berisi probabilitas kemunculan suatu karakter atau symbol. Tabel ini pada awalnya bersifat universal, sebagai contoh pada bahasa Inggris karakter yang paling sering muncul adalah huruf “e” maka karakter ini memiliki 9 probabilitas tertinggi pada file teks yang berbahasa Inggris.
Menggunakan tabel universal pada akhirnya tidak memuaskan para ahli kopresi data karena apabila terjadi perubahan pada subyek yang dikompresi dan tidak sesuai dengan tabel universal maka akan terjadi penurunan rasio kompresi secara signifikan. Akhirnya muncul modeling dengan menggunakan tabel yang adaptif, di mana tabel tidak lagi bersifat statis tetapi bisa berubah sesuai dengan kode. Pada prinsipnya dengan model ini, sistem melakukan penghitungan atau scan pada keseluruhan data setelah itu barulah membangun tabel probabilitas kemunculan dari tiap karakter atau symbol.
Model ini kemudian dikembangkan lagi menjadi adaptive statistical modeling di mana sistem tidak perlu melakukan scan ke seluruh symbol untuk membangun tabel statistik, tetapi secara adaptif melakukan perubahan tabel pada proses scan karakter per karakter.
2. Dictionary Based Modeling
Jika statistical model pada umumnya melakukan proses  hitungàencode simbol satu per satu mengikuti siklus: baca karakter   buat kodenya maka dictionary-based modeling menggunakanàprobabilitas  mekanisme yang berbeda. Dictionary-based modeling membaca input data dan membandingkannya dengan isi dictionary. Jika sekumpulan string sesuai dengan isi dictionary maka indeks dari dictionary entry lah yang dikeluarkan sebagai output dan bukan kodenya. Sebagai perumpamaan dari dictionary-based dapat digunakan makalah ilmiah sebagai contoh. Saat kita membaca makalah ilmiah kita sering membaca nomor-nomor referensi yang bisa kita cocokkan dengan daftar pustaka di belakang. Hal ini mirip dengan proses pada dictionary-based modeling.
Puisi Doa Untuk Ibu : Kepergianmu Ibu

Tak kuasa ku menahan semua ini
Tak percaya untuk ku melihat ini
Apakah benar itu dirimu ibu
Terdiam membisu tanpa bersua

Terbaring ditengah-tengah kerumunan
Lantunan ayat-ayat Allah terdengar
Mengiringi sedihnya hati ini
Kau hanya diam tak bergerak

Menangis,, itulah yang ku bisa
Berontak tak kan mengubah semua
Ikhlaslah yang harus ku pelajari
Karena itu bisa membuatmu tenang

 Puisi Doa Untuk Ibu : Merindukanmu

Tak terbiasa aku hidup tanpamu
Sepi rasanya dunia ini tanpa hadirmu
Termenung sendiri mengingat canda tawamu
Mengingat semua keluh kesahmu

Tak ada kata lain selain rindu untukmu
Merindumu adalah makanan sehari-hariku
Menangis kala ku ingat senyum manis mu
Sedih rasanya hati ini mengingat tingkah lakuku

Disini aku kan selalu berdoa untukmu
Berdoa supaya engkau ada disisinya
Ditempat yang paling indah disana
Selalu akan ku doakan yang terbaik

Ku mencintaimu ibu
Selalu mencintaimu
Tersimpan kokoh dalam hati
Tak akan pernah terganti